SOLO–Pergelaran Solo City Jazz, yang digelar di depan Pasar Triwindu, Ngarsopuro Solo, Jumat (21/9), malam dibuka oleh Walikot Solo, Jokowi. Gebukan drum Joko Widodo itu membuka ajang ngejaz bersama.
Pergelaran musik jaz malam itu dibuka dengan iringan lagu Bengawan Solo oleh Deputy 1 Bidang Kepemudaan dan kementerian Pemuda dan Olahraga, KRT Bambang Trijoko. Mengiringi lagu yang biasa dinyanyikan dengan musik keroncong, barisan-barisan nada dalam musik jazz membuat lagu Bengawan Solo terdengar lebih segar. Sebuah kolaborasi seni tradisi dan aliran musik modern yang cukup apik.
Dilanjutkan dengan penampilan Jamm’z Connection dan penyanyi
berbakat Diah Ayu Lestari, suasana di Ngarsopuro malam itu semakin
hangat. Penyanyi muda itu tampil menawan dengan menggeber delapan lagu
seperti Curly Hair, Dasar lelaki, Hai Kau, dan Hey Baby.
Bukan hanya tampil dengan lagu-lagu dalam albumnya sendiri, Diah,
malam itu lagi-lagi memberikan suguhan musik jaz yang ekspresif saat
membuka lagu pertama dengan lantunan syair Suwe Ora Jamu. “Suwe ora jamu. Jamu godhong telo. Suwe ora ketemu, temu pisan dadi gelo,” nyanyinya.
Tampilan musisi asal papua Iwanouz, tak kalah menariknya. Lelaki
yang khas dengan rambut kribonya ini mengawali penampilan dengan ngejam
bersama Jamm’z Conection. Ditambahi sentuhan musik Papua, komposisi nada
dalam jazz kolaborasi dua musisi yang menggunakan tempo cepat itu
berhasil membuat ratusan penonton yang datang menggoyangkan kepala dan
badannya.
Bukan hanya diisi dengan tampilan ekspresif para musisi jazz. Solo
City jazz hari pertama yang juga diisi Prabumi, Healthy Body dengan Jazz
dan Ska-nya, Ari Pramundito dan musisi jazz Indonesia Mus Mujiono malam
itu juga disuguhi dengan konsep panggung bergerak. Sebanyak enam model
mengenakan red batik berdiri dan terus bergoyan di atas perahu buatan
berbahan bambu yang dipasang di enam titik.
Konsep itu, menurut Artistik Director Solo City Jazz , Heru Mataya,
sengaja disuguhkan untuk memberikan kesan sederhana. Bahwa musik jazz
dekat dengan semua kalangan masyarakat dari berbagai usia. “Permainan
bambu itu dibuat agar menyatu dengan arsitektur triwindu. Menggambarkan
sebuah optimisme bahwa jazz bisa diterima semua kalangan,” ucapnya saat
ditanya wartawan, Jumat malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar